Symphony Kantor: Orkestra Formulir dan Stempel Cinta

Symphony Kantor: Orkestra Formulir dan Stempel Cinta

Prolog: Sonata Stempel Awal

Di sebuah kantor pemerintahan yang terletak di ujung jalan yang namanya terlalu panjang untuk muat di papan nama, terdapat sebuah departemen yang dikenal sebagai “Direktorat Penyelarasan Administratif dan Keharmonisan Formulir”. Nama itu terdengar seperti band progresif tahun 70-an, tetapi sebenarnya itu hanyalah tempat di mana mimpi—dan terkadang orang—pergi untuk mati.

Di departemen ini, setiap dokumen membutuhkan persetujuan. Tidak hanya satu persetujuan, tapi serangkaian tanda tangan dan stempel yang, menurut rumor, jika dimainkan dalam urutan yang benar, akan menciptakan melodi yang mirip dengan lagu kebangsaan negara tetangga. Beberapa bahkan bersumpah bahwa Beethoven sendiri mungkin telah terinspirasi oleh prosedur pengajuan permohonan parkir di kantor ini.

Allegro: Masalah Formulir Cinta

Suatu hari, seorang pegawai bernama Riko menemukan dirinya berada di tengah-tengah sebuah dilema administratif. Riko adalah pria sederhana dengan ambisi sederhana: dia hanya ingin mengajukan cuti untuk berkencan dengan rekan kerjanya, Lani, yang kebetulan adalah satu-satunya orang di kantor yang tahu cara menggunakan mesin fotokopi tanpa menyebabkan kebakaran kecil.

Namun, di kantor ini, bahkan cinta harus melewati prosedur administrasi. Untuk bisa mengajak Lani makan malam, Riko harus mengisi Formulir 45B-2: “Surat Permohonan Izin Kegiatan Romantis Antar Pegawai”, yang memerlukan tanda tangan dari enam pejabat, empat saksi, dan satu ahli etiket makan malam. Juga, jangan lupakan stempel Departemen Keharmonisan Interpersonal, yang hanya bisa digunakan pada hari Rabu jika bulan dalam fase waxing crescent.

Riko memulai perjalanannya dengan optimisme tinggi, seperti seseorang yang yakin bahwa mereka bisa memasang rak IKEA tanpa membaca manual. Namun, optimisme itu segera pupus saat ia bertemu dengan Pak Jatmiko, Penjaga Stempel Utama, yang dikenal karena dua hal: cintanya pada teh hijau dan kebenciannya pada kebahagiaan orang lain.

Adagio: Kekacauan Administratif

Pak Jatmiko memandang formulir Riko dengan ekspresi seperti seseorang yang baru saja mendengar bahwa ada orang yang tidak tahu cara mengeja kata “stempel”. “Formulir ini tidak valid,” katanya, dengan nada yang cocok untuk seorang hakim yang menjatuhkan hukuman seumur hidup.

“Kenapa tidak valid, Pak?” tanya Riko, bingung.

“Karena Anda belum mencantumkan nomor seri sepatu Anda di sini,” jawab Pak Jatmiko, menunjuk pada bagian formulir yang tampaknya telah ditambahkan dengan pena biru.

“Tapi, tidak ada orang yang pernah meminta nomor seri sepatu sebelumnya!” protes Riko.

“Itulah poinnya. Sistem ini dirancang untuk mengejutkan Anda,” balas Pak Jatmiko sambil menyeruput tehnya.

Riko meninggalkan ruangan itu dengan perasaan seperti seseorang yang baru saja diberitahu bahwa mereka harus mengisi formulir tambahan hanya untuk bisa memakai kaus kaki.

Scherzo: Simfoni Stempel

Selama minggu berikutnya, Riko berjuang untuk mendapatkan semua tanda tangan dan stempel yang dibutuhkan. Dia harus mengejar seorang pejabat yang menghilang selama jam makan siang (ternyata dia sedang bermain catur dengan penjaga keamanan), membujuk seorang saksi untuk menandatangani formulir dengan imbalan donat, dan bahkan mengunjungi Departemen Keharmonisan Interpersonal pada malam hari untuk menyelinap masuk dan mencuri stempel yang sangat penting.

Namun, setiap langkah maju yang diambilnya tampak seperti diikuti oleh dua langkah mundur. Ketika ia akhirnya berhasil mendapatkan semua tanda tangan, ia diberitahu bahwa format formulir telah diubah minggu lalu, dan ia harus memulai dari awal dengan versi baru.

Sementara itu, Lani, yang tidak tahu tentang perjuangan administratif Riko, mulai curiga bahwa Riko mungkin mengabaikannya. “Apa kau tidak suka makan malam denganku?” tanyanya suatu hari, dengan nada suara yang membuat Riko merasa seperti sedang dimarahi oleh ibunya.

“Tidak, tidak! Aku hanya… ada banyak prosedur yang harus aku selesaikan,” jawab Riko, yang menyadari bahwa tidak ada cara untuk menjelaskan situasi ini tanpa terdengar seperti seseorang yang baru saja melarikan diri dari institusi mental.

Finale: Harmoni yang Tak Terduga

Akhirnya, setelah perjuangan yang tampaknya tidak berakhir, Riko berhasil mendapatkan semua persetujuan yang diperlukan. Ia menyerahkan formulir itu kepada Pak Jatmiko dengan rasa bangga yang hanya bisa dirasakan oleh seseorang yang baru saja menyelesaikan teka-teki Sudoku yang sangat sulit.

Namun, saat Pak Jatmiko memeriksa formulir itu, ia menghela napas panjang. “Anda lupa satu hal penting,” katanya.

“Apa lagi sekarang?” tanya Riko, hampir putus asa.

“Anda lupa melampirkan fotokopi kartu perpustakaan Anda,” jawab Pak Jatmiko, dengan nada seperti guru sekolah yang sedang menjelaskan bahwa 2+2 sama dengan 4.

Pada titik ini, Riko merasa seperti menyerah. Namun, saat ia berdiri di sana, memikirkan semua perjuangan yang telah dialaminya, Lani tiba-tiba muncul. “Apa yang terjadi di sini?” tanyanya.

Riko menjelaskan semuanya, dan Lani, yang ternyata memiliki bakat untuk menangani birokrasi, segera mengambil alih situasi. Dalam waktu kurang dari satu jam, ia berhasil menyelesaikan semua masalah administratif yang tersisa dan bahkan mendapatkan persetujuan khusus dari kepala departemen.

Malam itu, Riko dan Lani akhirnya pergi makan malam bersama. Saat mereka duduk di restoran, Riko bertanya, “Bagaimana kau bisa mengatasi semua itu dengan begitu mudah?”

Lani tersenyum. “Aku sudah lama bekerja di sini. Jika ada satu hal yang aku pelajari, itu adalah bahwa cinta, seperti birokrasi, memerlukan sedikit kesabaran dan banyak dokumen.”

Dan dengan itu, mereka tertawa bersama, sementara di kejauhan, seorang pegawai di Departemen Keharmonisan Interpersonal mencoba memainkan melodi baru dengan stempel-stempel yang ada.


Prompt untuk DALL-E: “An absurd yet whimsical illustration of a bustling government office where workers stamp forms in rhythm like an orchestra, with a romantic couple at the center sharing a laugh amidst the chaos. The setting is bright and exaggeratedly bureaucratic, with stacks of papers and oversized stamps.”