Bab 1: Penemuan Besar di Kelas Biologi
Dr. Hario Mulyadi, yang secara tidak resmi dikenal sebagai “Profesor Ide Gila” di antara rekan-rekannya di Universitas Teknologi Lintas Manusiawi (UTLM), sedang menghadapi krisis eksistensial yang hanya bisa dialami oleh seorang ilmuwan yang terlalu banyak membaca buku motivasi. Setelah menghabiskan pagi harinya merenungkan pepatah “pikirkan di luar kotak,” ia tiba-tiba menyadari sesuatu yang monumental: “Mengapa tidak menciptakan sesuatu yang menggabungkan kolam ikan dan buku tulis?”
Mengapa tidak, memang? Pertanyaan itu begitu kuat, begitu absurd, sehingga ia merasa seperti Newton yang baru saja ditimpa apel, kecuali dalam hal ini apel itu adalah ide yang sangat, sangat aneh.
“Bayangkan,” katanya kepada asistennya, Riko, seorang mahasiswa tingkat akhir yang hanya ingin lulus dan memulai kariernya yang jauh dari eksperimen gila, “sebuah dunia di mana orang bisa menulis sambil memelihara ikan! Atau sebaliknya, memelihara ikan sambil menulis! Ini adalah revolusi!”
Riko, yang sudah terbiasa dengan percakapan seperti ini, hanya mengangguk sambil mengunyah keripik singkong. “Tapi, Profesor, apa gunanya?”
“Itu pertanyaan yang salah, Riko. Pertanyaannya adalah: Mengapa belum ada yang melakukannya?”
Bab 2: Prototipe yang Hampir Berfungsi
Tiga bulan, tujuh belas cangkir kopi, dan dua insiden kecil yang melibatkan ikan mas yang salah paham tentang gravitasi, prototipe pertama akhirnya selesai. Dr. Hario dengan bangga memperkenalkan temuannya kepada rekan-rekan fakultas dalam sebuah pertemuan yang dimulai dengan janji bahwa ini adalah “masa depan pendidikan dan hiburan.”
Prototipe itu, disebut KolBuku 1.0, adalah kombinasi antara akuarium kecil dengan buku tulis yang terintegrasi di bagian atasnya. Akuarium itu dirancang sedemikian rupa sehingga ikan-ikannya bisa berenang di sekitar halaman buku melalui terowongan air transparan yang melingkari setiap lembar. Halaman-halaman buku itu dilaminasi dengan bahan tahan air, sehingga pengguna bisa menulis dengan pena khusus yang tintanya larut dalam air, menciptakan efek seperti melukis di atas permukaan kolam.
“Jadi, ini adalah alat pendidikan?” tanya Dr. Sasmito, kepala departemen biologi yang wajahnya menunjukkan ekspresi yang bisa diartikan sebagai campuran rasa ingin tahu dan keinginan untuk segera meninggalkan ruangan.
“Ya! Tapi juga alat terapi! Bayangkan, Anda bisa menulis catatan harian sambil menikmati pemandangan ikan berenang melewati huruf-huruf Anda. Ini adalah perpaduan sempurna antara kreativitas dan ketenangan.”
“Dan bagaimana Anda membersihkan akuariumnya?” tanya Dr. Sasmito lagi.
Dr. Hario terdiam. Riko, yang berada di sudut ruangan, dengan cepat berkata, “Kami sedang mengembangkan sistem pembersihan otomatis. Prototipe berikutnya akan jauh lebih… ehm, praktis.”
Bab 3: Masalah yang Tidak Terduga
Seperti yang bisa diharapkan dari penemuan apa pun yang menggabungkan dua hal yang tampaknya tidak berhubungan, KolBuku 1.0 segera menunjukkan beberapa kekurangan mendasar. Misalnya, pengguna sering kali terganggu oleh ikan-ikan yang berenang terlalu dekat dengan teks mereka, menyebabkan frasa seperti “rapat pukul 10 pagi” berubah menjadi “rapat pukul ikan mas.”
Selain itu, ikan mas tampaknya memiliki kebiasaan aneh untuk mencoba memakan tinta yang larut dalam air, yang menyebabkan beberapa dari mereka mengembangkan pola warna yang menyerupai peta dunia. Sementara itu, buku tulis yang seharusnya menjadi alat pendidikan berubah menjadi semacam “lukisan abstrak interaktif,” karena setiap kali pengguna menulis sesuatu, ikan-ikan itu tampaknya menganggapnya sebagai undangan untuk membuat kekacauan.
“Ini bukan kegagalan,” kata Dr. Hario dengan tegas setelah salah satu sesi uji coba berakhir dengan ikan-ikan yang menggigit pena pengguna hingga patah. “Ini adalah peluang untuk inovasi lebih lanjut.”
Bab 4: Keajaiban yang Tak Terduga
Namun, sesuatu yang luar biasa terjadi. Meski dengan segala kekurangannya, KolBuku 1.0 mulai menarik perhatian. Seorang influencer media sosial dengan 2 juta pengikut memposting video tentang bagaimana ia “menemukan kedamaian batin” sambil menulis puisi di atas KolBuku. Video itu menjadi viral, dengan komentar-komentar yang berkisar dari “Ini adalah seni!” hingga “Apakah ini aman untuk ikan?”
Dalam waktu singkat, KolBuku menjadi fenomena budaya. Sekolah-sekolah mulai membelinya sebagai alat untuk “mengajarkan tanggung jawab lingkungan sambil mendorong kreativitas.” Para seniman menggunakannya untuk menciptakan karya-karya baru yang disebut “Akuarium Sastra.” Bahkan beberapa kantor mulai menggantikan buku catatan biasa dengan KolBuku sebagai cara untuk “mengurangi stres di tempat kerja.”
“Lihat, Riko,” kata Dr. Hario sambil menonton berita tentang peluncuran KolBuku 2.0 yang kini dilengkapi dengan sistem pembersihan otomatis dan filter air yang lebih canggih. “Aku bilang ini akan berhasil.”
Riko, yang sekarang menjadi manajer pemasaran produk, hanya tersenyum. “Ya, Profesor. Anda benar. Tapi saya masih tidak tahu mengapa kita melakukannya sejak awal.”
“Karena, Riko,” jawab Dr. Hario dengan nada filosofis, “dunia ini penuh dengan hal-hal yang tidak kita butuhkan, tapi tetap membuat kita bahagia. Dan kadang-kadang, itu sudah cukup.”
Epilog
Dalam beberapa tahun, KolBuku menjadi simbol kreativitas absurd yang mengingatkan orang bahwa ide-ide paling aneh kadang-kadang adalah yang paling menginspirasi. Sementara itu, ikan-ikan di seluruh dunia akhirnya mendapatkan kesempatan untuk menjadi bagian dari proses kreatif manusia, meskipun mereka mungkin lebih memilih tidak dilibatkan sama sekali.
Prompt Gambar: “A whimsical scene of a professor proudly showcasing an aquarium integrated with a notebook, where colorful fish swim through transparent water tunnels that circle around the laminated pages. The audience of skeptical scientists and amused students watches in a mix of confusion and intrigue.”