Ramalan Telur dan Ayam: Inkubator yang Mengubah Dunia

Ramalan Telur dan Ayam: Inkubator yang Mengubah Dunia

Sebuah Penemuan yang Terjadi Karena Kebosanan

Di sebuah desa kecil bernama Kampung Telor, tinggal seorang pria bernama Pak Herman. Pak Herman adalah seorang penemu yang karyanya sering kali dianggap tidak berguna, seperti payung yang menyemprotkan parfum setiap kali dibuka, atau mesin pemanggang roti yang juga bisa menghibur Anda dengan cerita pendek tentang kehidupan roti sebelum dipanggang. Tapi, hari itu, ia menciptakan sesuatu yang benar-benar revolusioner: sebuah inkubator telur yang, katanya, bisa memprediksi masa depan anak ayam.

“Dengar, ini bukan inkubator biasa,” katanya dengan penuh semangat kepada Pak Dul, tetangganya yang skeptis. “Ini bukan hanya memastikan telur menetas—itu sudah basi. Inkubator ini memanfaatkan algoritma quantum-chickenomics untuk memprediksi seperti apa anak ayam yang akan menetas. Apakah dia akan menjadi ayam petelur yang produktif, ayam jago yang suka berkelahi, atau ayam yang mendedikasikan hidupnya untuk seni tari modern.”

Pak Dul, yang saat itu sedang sibuk mencoba merekatkan sandal jepitnya dengan permen karet bekas, hanya mendesah. “Herman, kau tahu kan, ini desa kecil. Orang-orang di sini tidak peduli dengan seni tari modern, apalagi jika itu dilakukan oleh ayam.”

“Memang, tapi pikirkan potensinya! Kita bisa mengelola ayam sejak dini berdasarkan bakat mereka. Ini seperti tes IQ, tapi untuk unggas!” jawab Pak Herman dengan mata berbinar-binar.

Inkubator Ajaib Mulai Bekerja

Setelah beberapa minggu kerja keras, Pak Herman akhirnya berhasil menyelesaikan alatnya, yang ia beri nama “ChickVentory 3000”. Alat ini tampak seperti inkubator biasa, tapi dengan layar kecil di bagian depannya yang akan menampilkan prediksi masa depan setiap telur yang dimasukkan.

“Baiklah, kita coba,” kata Pak Herman kepada Pak Dul, yang entah bagaimana masih berusaha merekatkan sandal yang sama. Mereka memasukkan tiga telur ke dalam ChickVentory 3000, menunggu beberapa saat, dan kemudian layar kecil itu menyala.

Telur pertama menunjukkan tulisan: “Akan menjadi ayam petelur yang sangat produktif, tapi punya kebiasaan buruk mencuri jagung tetangga.”

Telur kedua: “Akan menjadi ayam jantan yang karismatik, memimpin kawanan ayam dengan penuh martabat, tapi diam-diam takut pada bebek.”

Telur ketiga: “Akan menjadi ayam yang menghabiskan sebagian besar hidupnya mencoba menemukan jawaban atas pertanyaan eksistensial: ‘Mengapa ayam menyeberang jalan?'”

Pak Dul, yang kini telah menyerah pada sandalnya dan memutuskan untuk berjalan tanpa alas kaki, hanya bisa menggelengkan kepala. “Herman, ini konyol. Bagaimana alat ini tahu semua itu?”

“Quantum-chickenomics!” jawab Pak Herman dengan bangga. “Itu memproses data genetik, pola lingkungan, dan sedikit intuisi unggas. Kita bisa memanfaatkan ini! Bayangkan betapa efisiennya peternakan ayam kita nantinya!”

Masalah Mulai Muncul

Seperti semua penemuan besar dalam sejarah, ChickVentory 3000 segera memicu kekacauan. Para peternak ayam di Kampung Telor mulai berbondong-bondong menggunakan alat itu, dan hasil prediksi sering kali memicu perdebatan sengit.

“Telur ini bilang anak ayam saya akan jadi pemimpin kawanan, tapi bagaimana mungkin kalau dia lahir dengan paruh bengkok?” teriak Bu Susi, seorang peternak lokal.

“Telur saya katanya akan jadi ayam penari balet, tapi saya tidak punya panggung di kandang saya!” kata Pak Joni, yang mulai mempertimbangkan untuk membangun studio tari kecil untuk ayam-ayamnya.

Situasi semakin rumit ketika prediksi ChickVentory 3000 mulai meluas ke hal-hal yang lebih abstrak. Salah satu telur dilaporkan akan menetas menjadi ayam yang “menginspirasi generasi mendatang dengan sebuah buku memoar yang memukau.” Telur lainnya diprediksi akan menetas menjadi ayam yang “secara tidak sengaja menemukan teori baru tentang gravitasi.”

Pak Herman, yang awalnya merasa bangga dengan penemuannya, mulai merasa kewalahan. Ia tidak pernah menyangka bahwa inkubator ini akan memengaruhi kehidupan masyarakat sedemikian rupa. Bahkan Pak Dul, yang sebelumnya skeptis, kini mendirikan “Konsultasi Ayam Masa Depan” di depan rumahnya, mengenakan jas dan dasi setiap pagi, meskipun tetap tanpa alas kaki.

Solusi yang Tidak Terduga

Masalah mencapai puncaknya ketika seekor ayam yang ditetaskan dari ChickVentory 3000 benar-benar mulai menulis buku memoar, yang ternyata adalah kritik pedas tentang cara pengelolaan peternakan di desa tersebut. Buku itu menjadi bestseller lokal, tetapi juga memicu protes dari para peternak yang merasa difitnah.

Pak Herman akhirnya memutuskan untuk mematikan ChickVentory 3000 dan mengembalikan inkubator itu ke mode normal. “Kurasa kita belum siap untuk teknologi seperti ini,” katanya dengan lesu.

Namun, sebelum ia sempat mematikannya, layar kecil ChickVentory 3000 menyala untuk terakhir kalinya dan menampilkan pesan: “Terima kasih telah mencoba prototipe ini. Versi selanjutnya akan menyertakan fitur prediksi masa depan manusia. Harap bersiap.”

Pak Herman hanya bisa menatap layar itu dengan ngeri. “Oh, tidak,” gumamnya. “Aku rasa aku baru saja menciptakan sesuatu yang jauh lebih berbahaya.”

Pak Dul, yang sedang mengunyah permen karet bekas (karena, entah bagaimana, ia selalu punya stok), hanya tertawa. “Herman, kau tahu apa? Aku tidak sabar melihat prediksi masa depanmu. Mungkin kau akan menjadi pahlawan desa ini. Atau mungkin… penjahat.”


Illustration: A whimsical scene in a small village where a quirky inventor proudly shows an incubator with a glowing screen predicting the futures of three eggs, surrounded by curious villagers and confused chickens.