Sebuah Ide yang Terlalu Cemerlang untuk Kebaikan
Di sebuah kantor kecil dan berantakan di pinggiran kota yang lebih sering disebut “Kota ini pernah punya masa depan cerah, tapi sekarang hanya ada toko roti dan pom bensin”, terdapat sebuah perusahaan asuransi bernama Proteksi Universal Asuransi dan Ikan Asin. Tidak ada yang tahu kenapa mereka menyebut ikan asin di nama perusahaan, tapi rumor mengatakan bahwa pendirinya, Pak Sastro, mengalami pengalaman traumatis dengan seekor kucing liar dan sekantong ikan asin saat masih muda.
Hari itu, seorang pria dengan jas yang terlalu besar untuk tubuhnya—seolah dia meminjam jas itu dari pamannya yang juga berprofesi sebagai badut—masuk ke kantor tersebut. Pria itu bernama Darsianto, tapi ia lebih suka dipanggil “Darsi”, karena menurutnya nama itu terdengar lebih “internasional”. Dia membawa sebuah koper besar dan sebuah papan tulis lipat yang penuh dengan diagram dan coretan tangan yang terlihat seperti kombinasi antara peta jalan tol dan rencana pelarian penjara.
“Aku ingin membeli polis asuransi kebakaran untuk sebuah komet,” katanya tanpa basa-basi.
Reaksi yang Sangat Wajar
Pak Roni, agen asuransi senior yang terkenal karena kemampuannya menjual polis asuransi kesehatan bahkan kepada orang yang sehat bugar, menatap Darsi dengan ekspresi yang bisa digambarkan seperti seseorang yang baru saja mendengar bahwa donat bisa dijadikan alat musik.
“Komet?” tanya Pak Roni, memastikan bahwa dia tidak salah dengar.
“Betul. Komet. Yang besar, bercahaya, melintasi langit. Kamu tahu, benda angkasa yang biasanya membuat semua orang mengeluarkan teleskop murahan dari gudang,” jelas Darsi dengan nada seolah-olah permintaannya adalah hal paling masuk akal di dunia.
Pak Roni menatap papan tulis lipat itu dengan skeptis. “Dan… kenapa kamu membutuhkan asuransi kebakaran untuk komet?”
Darsi menghela napas, seperti seorang guru yang menjelaskan rumus matematika dasar kepada murid yang terlalu banyak makan permen kapas. “Komet ini adalah aset investasi. Aku sedang dalam proses membeli hak tanda tangan untuk komet Halbert-22B. Begitu aku memilikinya, aku akan menjadikannya atraksi wisata. Tapi, seperti yang kita semua tahu, komet itu sebagian besar terdiri dari es, dan jika terjadi sesuatu—katakanlah, kena panas matahari berlebihan—maka asetku bisa meleleh.”
Pak Roni terdiam sesaat, mencoba memproses kalimat yang baru saja ia dengar. “Jadi… biar aku luruskan. Kamu ingin asuransi kebakaran untuk benda yang sebagian besar terbuat dari es… karena kamu khawatir benda itu akan terbakar?”
Darsi mengangguk penuh keyakinan. “Tepat sekali. Aku tahu ini terdengar tidak biasa, tapi hei, dunia ini penuh dengan inovasi. Lihat saja tren kopi dengan keju!”
Proses Penyusunan Polis yang Tidak Masuk Akal
Pak Roni, yang terkenal dengan moto hidupnya “Kalau ada peluang menghasilkan uang, aku akan melakukannya meskipun harus mempelajari cara membuat origami dari kuitansi”, memutuskan untuk menjalankan ide ini. Dia memanggil tim hukum perusahaan, yang terdiri dari satu orang bernama Bu Sri yang lebih sering menghabiskan waktu membuat teh daripada membaca dokumen legal.
“Kita bisa menulis klausul khusus,” kata Bu Sri sambil menuangkan gula ke cangkir teh kelimanya hari itu. “Misalnya, ‘Asuransi ini berlaku jika dan hanya jika komet tersebut terbakar karena penyebab alami yang bisa diverifikasi oleh minimal dua ilmuwan astrofisika bersertifikat.'”
Darsi tampak senang. “Dan jika komet itu benar-benar terbakar, kalian harus mengganti nilai investasiku, yang aku perkirakan sekitar satu miliar dolar.”
Pak Roni tersedak kopi. “Satu miliar dolar? Kau yakin dengan angka itu?”
“Tentu saja,” kata Darsi sambil menunjuk diagram di papan tulisnya, yang diisi dengan angka-angka yang tampak seperti hasil dari kalkulator yang kehabisan baterai. “Aku sudah menghitung biaya tiket wisata, merchandise, dan bahkan peluang menjual es komet sebagai bahan kosmetik. Ini investasi besar, kawan!”
Klausul yang Membingungkan Semua Orang
Setelah melalui proses negosiasi yang lebih rumit daripada mencoba mengatur jadwal rapat keluarga besar, polis asuransi itu akhirnya disetujui. Namun, tidak ada yang benar-benar yakin apa yang akan terjadi jika kebakaran benar-benar terjadi pada komet tersebut.
“Bagaimana kita akan memverifikasi klaimnya?” tanya Bu Sri kepada Pak Roni setelah Darsi pergi.
Pak Roni mengangkat bahu. “Kita panggil ilmuwan, teleskop, dan mungkin NASA. Kalau tidak berhasil, kita bisa mengirimkan seseorang ke sana dengan roket murah. Aku dengar roket sekarang sedang tren, seperti bubble tea.”
Plot Twist yang Tak Terduga
Beberapa bulan kemudian, berita tentang Darsi dan kometnya menjadi viral. Ternyata, dia berhasil menjual tiket wisata virtual untuk melihat komet itu melalui teknologi realitas virtual. Semua orang ingin tahu bagaimana rasanya berada “dekat” dengan komet tanpa benar-benar meninggalkan sofa mereka.
Namun, masalah muncul ketika sebuah laporan dari observatorium lokal mengklaim bahwa komet Halbert-22B mulai kehilangan massa dengan cepat. Ternyata, Darsi lupa memperhitungkan fakta bahwa komet sering kali mendekati Matahari saat orbitnya mencapai titik tertentu.
“Apakah ini termasuk kebakaran?” tanya Bu Sri saat konferensi darurat di kantor mereka.
Pak Roni menatap laporan itu dengan bingung. “Secara teknis, tidak ada api. Tapi komet itu menguap karena panas… jadi, mungkin?”
Pada akhirnya, mereka memutuskan untuk membayar klaim Darsi, tetapi dengan syarat bahwa dia harus mempromosikan perusahaan mereka dalam setiap wawancara media. Dalam waktu singkat, nama Proteksi Universal Asuransi dan Ikan Asin menjadi terkenal di seluruh dunia.
Dan meskipun Darsi kehilangan kometnya, dia berhasil menghasilkan lebih banyak uang dari royalti dan merchandise “Aku Asuransikan Kometku”. Sebuah pelajaran penting bagi kita semua: tidak ada ide yang terlalu gila, selama Anda bisa menjualnya dengan cukup percaya diri.
Ilustration: “A confused insurance agent in a cluttered office, holding a coffee cup, while a man in an oversized suit points at a ridiculous diagram of a comet on a foldable whiteboard. The atmosphere is absurd and comical, with scattered papers and a fish-shaped wall clock in the background.”