Operasi Transplantasi Selera Humor yang (Tidak) Menyelamatkan Dunia

Operasi Transplantasi Selera Humor yang (Tidak) Menyelamatkan Dunia

Pendahuluan yang Tak Perlu Tapi Tetap Ada

Di sebuah kota kecil yang tak pernah dicantumkan dalam peta dunia karena kartografer lokal merasa itu terlalu membosankan untuk dipetakan, hiduplah seorang ilmuwan bernama Dr. Ignatius Humoris. Namanya terdengar seperti nama seorang penjahat dalam novel detektif kelas B, tetapi jangan tertipu: dia adalah seorang optimis yang percaya bahwa humor adalah solusi bagi segala kekacauan dunia. Banjir bandang? Cukup tertawakan. Kiamat? Lontarkan lelucon. Kehilangan sandal di warung? Itu yang paling serius, tapi tetap bisa diatasi dengan humor.

Namun, ada satu masalah besar: tidak semua orang memiliki selera humor yang sama. Beberapa orang tertawa hanya pada lelucon tentang sapi, sementara yang lain hanya tertawa jika melibatkan kejatuhan seseorang dalam lumpur, lebih baik jika itu dilakukan dengan slow motion. Maka, Dr. Ignatius memutuskan untuk mengakhiri perpecahan humor ini dengan “penemuan terbesar dalam sejarah manusia” (versi dia sendiri, tentu saja): transplantasi selera humor.

Ide Brilian yang Tidak Begitu Brilian

Dr. Ignatius menciptakan sebuah perangkat bernama Humor Transference Apparatus 9000, atau disingkat HTA-9000. Nama itu terdengar canggih, meskipun sebenarnya perangkat itu tampak seperti blender tua yang dimodifikasi dengan antena TV dan beberapa lampu RGB untuk efek dramatis. Inti dari penemuan ini adalah untuk mentransfer selera humor seseorang ke orang lain, dengan harapan menciptakan dunia di mana semua orang tertawa pada lelucon yang sama — termasuk lelucon tentang alpukat yang merasa dirinya lebih penting dari yang seharusnya.

“Bayangkan,” kata Dr. Ignatius kepada asistennya, seorang pemuda bernama Herbert yang lebih sering tertidur daripada membantu, “kita bisa membuat seluruh dunia tertawa pada lelucon tentang kalkun yang belajar balet. Ini akan menjadi revolusi budaya!”

Herbert, yang saat itu sedang mencoba menyeimbangkan pensil di hidungnya, hanya mengangguk tanpa benar-benar mendengar. “Keren, Dok.”

Operasi Pertama: Korban Eksperimen

Korban pertama dari eksperimen ini adalah seorang pria bernama Donald W. Flannigan, seorang kritikus seni yang terkenal karena tidak pernah tertawa sejak tahun 1993, ketika dia secara tidak sengaja tertawa pada acara komedi situasi yang disiarkan ulang tanpa sengaja. Donald dikenal sebagai orang yang menganggap humor sebagai ancaman terhadap “integritas intelektual manusia.” Dengan kata lain, dia adalah tantangan sempurna.

Dr. Ignatius meyakinkan Donald untuk mencoba HTA-9000 dengan janji bahwa itu akan “meningkatkan apresiasinya terhadap seni kontemporer” — sebuah kebohongan yang sangat kreatif, bahkan menurut standar kebohongan biasa. Donald setuju, meskipun dengan skeptisisme yang cukup untuk menenggelamkan kapal pesiar kecil.

Proses transplantasi berlangsung di laboratorium yang lebih mirip ruang tamu nenek-nenek dengan tambahan kabel yang menjuntai di mana-mana. Donald duduk di kursi yang tampak seperti kursi gigi dengan tambahan bantal untuk kenyamanan. Di sampingnya, terhubung ke HTA-9000, adalah seorang badut bernama Bimbo yang terkenal karena selera humornya yang sangat… sederhana. Bimbo tertawa terbahak-bahak hanya dengan menyebut kata “popok.”

“Ini tidak akan sakit sama sekali,” kata Dr. Ignatius sambil menekan tombol besar berwarna merah yang sangat mencurigakan.

Lampu RGB berkedip-kedip seperti pesta diskotek kecil, dan suara yang sangat mirip dengan pengering rambut tua memenuhi ruangan. Setelah proses selesai, Donald membuka matanya dan, untuk pertama kalinya dalam hampir tiga dekade, tertawa. Lelucon yang membuatnya tertawa? Sebuah stiker di HTA-9000 yang berbunyi: “Peringatan! Jangan masukkan kucing ke perangkat ini.”

Efek Samping yang Tidak Terduga

Keberhasilan eksperimen pertama tampaknya menjanjikan, sampai Donald mulai tertawa… dan tidak pernah berhenti. Selama tiga hari penuh, Donald tertawa pada semua hal: lelucon, kata kerja, benda mati, bahkan pada bayangannya sendiri di cermin.

“Ini luar biasa!” seru Dr. Ignatius, meskipun Herbert menunjukkan bahwa Donald sekarang tidak bisa melakukan tugas dasar seperti makan atau tidur tanpa tertawa, yang menyebabkan konsekuensi yang sangat berantakan.

Sementara itu, efek samping lain muncul pada Bimbo, sang badut. Setelah kehilangan selera humornya, dia menjadi seorang filsuf eksistensialis, menulis esai tentang absurditas hidup dan mengapa balon tidak pernah benar-benar bahagia.

Krisis dan Solusi yang Lebih Gila Lagi

Ketika berita tentang HTA-9000 menyebar, orang-orang mulai mengantri untuk mencoba transplantasi selera humor. Namun, masalah muncul ketika seorang petani lokal, yang hanya tertawa pada lelucon tentang kentang, mengalami transplantasi dengan seorang mahasiswa filsafat yang hanya tertawa pada paradoks logika. Hasilnya? Petani itu mulai tertawa setiap kali melihat diagram Venn, sementara mahasiswa filsafat tertawa histeris setiap kali melihat kentang tumbuh.

Kekacauan ini membuat Dr. Ignatius mempertimbangkan kembali idenya. “Mungkin,” katanya kepada Herbert, yang saat itu sedang mencoba memasukkan biskuit ke mulutnya dengan cara yang sangat tidak berhasil, “humor bukanlah sesuatu yang bisa di-unifikasi. Mungkin keindahan humor adalah keragamannya.”

Herbert mengangguk, meskipun bukan karena dia mendengar apa yang dikatakan Dr. Ignatius, tetapi karena dia akhirnya berhasil memasukkan biskuit ke mulutnya.

Penutup

Dalam akhir yang agak antiklimaks, Dr. Ignatius menghentikan proyek HTA-9000 dan menyumbangkan perangkat itu ke sebuah museum teknologi yang tidak begitu terkenal. Donald akhirnya berhenti tertawa setelah enam hari penuh (dan beberapa sesi hipnosis), sementara Bimbo menjadi pembicara terkenal di konferensi filsafat internasional.

Dr. Ignatius, meskipun gagal dalam misinya, memutuskan untuk terus mengejar mimpi-mimpi gilanya. “Kalau transplantasi humor tidak berhasil,” katanya dengan senyum kecil, “mungkin kita bisa mencoba transplantasi rasa cinta terhadap musik country.”

Herbert, tentu saja, hanya menjawab, “Keren, Dok.”


Prompt untuk Dall-E: A quirky science lab filled with colorful cables, a blender-like device with glowing lights, and a man in a lab coat trying to operate it, while a serious-looking critic and a cheerful clown sit next to each other in mismatched chairs. The scene is chaotic yet humorous.