Pendahuluan yang Sedikit Tidak Perlu
Di dunia yang penuh dengan masalah besar seperti perubahan iklim, ketidakadilan sosial, dan debat tak berujung tentang apakah nanas seharusnya ada di atas pizza, sering kali orang lupa bahwa ada masalah kecil yang sama meresahkannya. Mis. Misalnya, apa yang harus dilakukan ketika tetangga Anda terus-menerus memarkir mobil di depan rumah Anda, meski parkiran mereka sendiri kosong? Atau bagaimana menghadapi kenyataan bahwa kucing Anda hanya mau makan sambil mendengarkan album jazz dari tahun 1950-an?
Di sinilah “Konsultan Masalah Sepele” hadir. Sebuah layanan yang dirancang khusus untuk memberikan solusi atas hal-hal yang, meskipun tampak kecil, cukup mengganggu ketenangan jiwa Anda. Dan seperti yang Anda duga, cerita ini dimulai di kantor pusat mereka yang sederhana namun penuh teka-teki.
Pertemuan Pertama: Masalah Jazz dan Kucing yang Terlalu Berkelas
Di pagi hari yang biasa-biasa saja, di sebuah kantor kecil yang dindingnya dihiasi poster motivasi klise seperti “Hari Esok adalah Hari Ini yang Lebih Baik,” seorang wanita bernama Bu Darmi datang dengan wajah penuh kegelisahan. Ia duduk di kursi yang, seperti semua kursi di kantor itu, secara misterius membuat siapa pun yang duduk merasa bahwa mereka telah membuat semua keputusan buruk dalam hidupnya.
“Jadi, apa masalah Anda, Bu Darmi?” tanya Pak Sugeng, konsultan senior yang telah menyelesaikan kasus-kasus seperti “Bagaimana Menghadapi Tetangga yang Terlalu Suka Meminjam Gula” dan “Kenapa Tanaman Kaktus Saya Selalu Layu Meski Tidak Disiram?” dengan tingkat keberhasilan 73,4 persen.
Bu Darmi menarik napas panjang. “Ini soal kucing saya, Tuan Fluffington.”
“Tuan Fluffington?” Pak Sugeng mengangkat alis. “Nama yang… berkelas.”
“Ya, dia memang berkelas, dan itulah masalahnya,” jawab Bu Darmi sambil menatap meja. “Dia tidak mau makan kecuali saya memutar album jazz klasik. Dia sangat menyukai Kind of Blue oleh Miles Davis, tapi akhir-akhir ini dia hanya mau Time Out oleh Dave Brubeck. Saya bahkan tidak tahu apakah dia lebih suka ‘Take Five’ atau hanya suka menghancurkan jiwa saya.”
Pak Sugeng mencatat sesuatu di buku catatannya, meskipun sebenarnya hanya menggambar lingkaran-lingkaran kecil yang semakin besar. “Oke, jadi masalah Anda adalah kucing Anda memiliki preferensi musik yang sangat spesifik?”
“Ya, dan itu membuat hidup saya seperti konser jazz yang tak berkesudahan,” Bu Darmi menjawab dengan nada putus asa.
Analisis dan Solusi yang Hampir Masuk Akal
Pak Sugeng, yang memiliki teori bahwa semua masalah sepele sebenarnya bisa dilacak kembali ke ketakutan manusia modern terhadap ketidakpastian, mulai berpikir keras. “Bu Darmi,” katanya, “apa Anda pernah mencoba memutarkan musik lain? Mungkin pop atau musik dangdut?”
“Tentu saja,” jawab Bu Darmi. “Saya pernah mencoba memutar Didi Kempot, dan dia hanya memandang saya dengan tatapan yang mengatakan, ‘Apakah ini lelucon?’ Lalu dia pergi ke kamar mandi dan buang air kecil di sepatu saya.”
Pak Sugeng, yang pernah menghadapi kasus ayam tetangga yang hanya mau bertelur jika mendengar suara ukulele, mulai menyusun rencana. “Saya rasa kita perlu mendekati ini dengan metodologi yang lebih ilmiah. Kita harus mencari tahu mengapa Tuan Fluffington begitu menyukai jazz. Apakah mungkin karena ritme-nya? Atau mungkin karena dia merasa jazz mencerminkan kepribadiannya?”
Bu Darmi tampak bingung. “Kepribadian? Dia seekor kucing, Pak.”
“Ah, tapi itu bagian dari misterinya,” kata Pak Sugeng sambil berdiri dramatis, meskipun dia sebenarnya hanya ingin meraih donat di meja sebelah. “Kucing adalah makhluk yang penuh teka-teki. Mereka bisa sangat sederhana, seperti hanya ingin tidur sepanjang hari, atau sangat kompleks, seperti… ini.”
Setelah beberapa saat berpikir (dan menghabiskan donat), Pak Sugeng menawarkan solusi. “Bu Darmi, saya sarankan Anda memanfaatkan teknologi modern. Buatkan playlist jazz untuk Tuan Fluffington di Spotify dan atur playlist itu agar terus berulang. Dengan demikian, Anda tidak perlu terus-menerus memutar CD atau vinyl.”
“Tapi bagaimana jika dia bosan dengan playlist itu?” tanya Bu Darmi, yang tampak skeptis.
“Ah, di situlah letak kejeniusan solusi ini,” jawab Pak Sugeng dengan senyum penuh kemenangan. “Kucing tidak pernah benar-benar mendengar musik untuk menikmatinya. Mereka hanya mendengarnya untuk membuat kita manusia merasa bahwa kita punya kendali. Jika dia bosan, Anda tinggal menambahkan beberapa lagu baru ke playlist itu. Percayalah, ini akan bekerja.”
Epilog: Jazz, Playlist, dan Kehidupan yang Berlanjut
Dua minggu kemudian, Bu Darmi kembali ke kantor Konsultan Masalah Sepele, kali ini dengan wajah yang lebih cerah. “Pak Sugeng, Anda benar! Tuan Fluffington sekarang makan dengan tenang sambil mendengarkan playlist jazz-nya. Bahkan dia tampak lebih bahagia!”
Pak Sugeng tersenyum. “Saya sudah menduga begitu. Kadang-kadang, solusi terbaik untuk masalah sepele adalah dengan menerima absurditasnya. Dan dalam hal ini, absurditas itu datang dalam bentuk seekor kucing yang mencintai jazz.”
Dengan itu, Bu Darmi pergi, dan Pak Sugeng kembali ke meja kerjanya, siap untuk menghadapi kasus berikutnya, yang ternyata adalah tentang seorang pria yang yakin bahwa tetangganya mencuri Wi-Fi hanya untuk menonton drama Korea.
Illustration: “A quirky office with a consultant in a suit, a worried woman holding a photo of her cat, and a jazz playlist on a laptop. The atmosphere is humorous, with posters on the wall and a slightly absurd vibe.”