Sebuah Klinik yang Tidak Anda Minta, Tapi Anda Butuhkan
Di sudut kota yang tidak memiliki nama di Google Maps (karena, mari kita jujur, siapa yang mau memberi nama pada sudut kota yang dihuni lebih banyak kucing daripada manusia?), berdirilah sebuah klinik yang, pada pandangan pertama, tampak seperti toko donat yang gagal. Papan nama di depan berbunyi: Klinik Spesialis Penyembuhan Phobia Hal-hal Lucu.
Nama itu, tanpa diragukan lagi, menyebabkan lebih banyak kebingungan daripada kejelasan. Bahkan, orang-orang sering salah mengira bahwa tempat ini adalah pusat pelatihan badut, atau tempat penampungan bagi komedian gagal yang mencoba menemukan kembali karier mereka. Namun, kebenaran tentang klinik ini jauh lebih aneh.
Ketakutan yang Tidak Masuk Akal, Namun Nyata
Klinik ini didirikan oleh Dr. Melinda Hahasona, seorang mantan terapis konvensional yang, pada suatu hari, menemukan bahwa pasien-pasiennya memiliki masalah yang, secara kolektif, cukup aneh untuk membuatnya berhenti dari karier lamanya dan membuka klinik baru. Mereka datang dengan ketakutan yang spesifik, nyata, dan sama sekali tidak masuk akal.
Salah satu pasien awalnya adalah seorang pria bernama Pak Juki, yang memiliki ketakutan terhadap… tertawa. Anda mungkin bertanya, “Bagaimana seseorang bisa takut pada tertawa?” Tapi di sinilah letak absurditas hidup. Pak Juki mengklaim bahwa setiap kali orang di sekitarnya tertawa, ia merasa seperti akan ditelan oleh kekosongan eksistensial. Menurut Pak Juki, tertawa adalah “lubang hitam sosial” yang, jika tidak dikendalikan, dapat menyebabkan kehancuran alam semesta.
Ketakutan lainnya termasuk seorang wanita bernama Bu Ratna, yang takut pada lelucon knock-knock. Dia mengklaim bahwa ketukan di pintu dalam lelucon itu adalah metafora untuk “ancaman tak dikenal” yang bersembunyi di balik setiap aspek hidupnya. Keanehan ini membuat Dr. Melinda sadar bahwa ada pasar yang belum tersentuh: orang-orang yang takut pada hal-hal lucu.
Metode Terapi yang Sama Sekaligus Berbeda
Dr. Melinda mengembangkan berbagai metode terapi. Salah satunya adalah apa yang dia sebut sebagai “Terapi Eksposur Komedi Bertahap”, yang terdengar seperti sesuatu yang mungkin Anda dengar di TED Talk, tetapi sebenarnya jauh lebih membingungkan. Dalam metode ini, pasien diperkenalkan pada hal-hal lucu dalam dosis kecil.
Sebagai contoh, Pak Juki pertama-tama diperlihatkan gambar kucing memakai kacamata hitam. Reaksinya? Ia menggigil. Namun, setelah beberapa sesi, ia mulai melihat kucing berkacamata sebagai sesuatu yang “hanya sedikit mengancam.” Dari sana, terapi meningkat ke tingkat berikutnya: video bayi tertawa. Pada titik ini, Pak Juki hampir pingsan, tetapi ia berhasil bertahan.
Bu Ratna, di sisi lain, diperkenalkan pada lelucon knock-knock yang paling tidak menakutkan yang pernah ada:
- Knock-knock.
- Who’s there?
- Kucing.
- Kucing siapa?
- Kucing yang suka tidur di atas TV!
Reaksinya? Ia menatap Dr. Melinda selama 15 menit penuh tanpa berkedip, seolah-olah ia baru saja diberi tahu bahwa dunia ini adalah simulasi. Tapi itu adalah kemajuan.
Klinik yang Menjadi Fenomena
Lama kelamaan, kabar tentang klinik ini menyebar. Orang-orang dari seluruh penjuru kota mulai berdatangan dengan berbagai jenis phobia yang bahkan tidak pernah terpikirkan oleh Freud sekalipun. Ada seorang pria yang takut pada meme internet, karena menurutnya meme adalah “virus visual” yang dapat menghancurkan budaya manusia. Ada juga seorang wanita yang takut pada stand-up comedy, karena ia merasa komedian itu “tahu terlalu banyak” tentang kelemahan manusia.
Namun, kasus paling mencolok adalah seorang anak muda bernama Dodo, yang memiliki ketakutan pada badut yang… tidak lucu. “Badut itu harus lucu,” katanya dengan keseriusan yang tidak sesuai dengan usianya. “Jika mereka tidak lucu, mereka adalah penipu eksistensial!” Untuk mengatasi ini, Dr. Melinda memperkenalkannya pada konsep bahwa badut juga adalah manusia yang memiliki hari-hari buruk. Dodo, setelah banyak sesi terapi, akhirnya menerima bahwa badut yang tidak lucu hanyalah bagian dari spektrum humor manusia.
Sebuah Twist yang Tidak Terduga
Namun, hal yang paling mengejutkan tentang klinik ini adalah efek samping tak terduga yang dialami masyarakat sekitar. Karena banyaknya orang yang menjalani terapi di sana, kota ini berubah menjadi tempat paling serius di dunia. Tertawa menjadi aktivitas yang sangat terencana. Orang-orang mulai bertanya sebelum tertawa, “Apakah ini aman bagi siapa saja yang mungkin mendengar?”
Ironisnya, klinik ini malah menciptakan budaya di mana humor menjadi sesuatu yang harus didekati dengan hati-hati, seperti petasan atau piring porselen nenekmu.
Sebuah Akhir yang Absurd
Pada akhirnya, Dr. Melinda menyadari bahwa tugasnya bukan untuk membuat orang tertawa lagi, tetapi untuk membantu mereka melihat bahwa humor adalah sesuatu yang tidak perlu ditakuti, meskipun terkadang membingungkan. Klinik ini menjadi monumen bagi absurditas manusia, tempat di mana ketakutan paling aneh pun dapat diterima dan diatasi dengan cerdas, bahkan jika itu berarti mendengar lelucon knock-knock yang sama 50 kali dalam sehari.
Dan dengan itu, kota kecil yang awalnya tidak terkenal ini menjadi terkenal sebagai tempat di mana humor dan ketakutan bertemu, bertarung sebentar, lalu akhirnya memutuskan untuk minum teh bersama.
Prompt Dall-E (English): “A whimsical and surreal illustration of a clinic for curing fear of funny things, featuring a signboard with ‘Phobia of Humor Specialists,’ a patient nervously watching a laughing cat wearing sunglasses, and a therapist holding a knock-knock joke book. The setting is quirky yet professional, blending absurdity with a sense of healing.”