Sebuah Desa, Sebuah Printer, dan Bahaya yang Tidak Terkira
Di sebuah desa kecil bernama Warungbyte, yang terletak di antara dua bukit yang sering disebut dengan nama dramatis “Bukit Sinyal Lemah,” ada sebuah tradisi unik yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Tradisi itu adalah: jika teknologi Anda rusak, Anda tidak memanggil teknisi. Tidak, itu terlalu biasa. Anda memanggil Dukun Teknologi.
Dukun Teknologi, atau yang dikenal secara lokal sebagai Mbah Bit, adalah seorang pria tua dengan topi lusuh yang tampak seperti pernah menjadi antena parabola di suatu masa. Dia memiliki reputasi sebagai orang yang bisa memperbaiki apa saja, mulai dari ponsel yang mati total hingga printer yang bersikeras mencetak dokumen dalam huruf hieroglif Mesir kuno, meskipun Anda jelas-jelas memilih font Arial.
“Teknologi itu punya roh,” kata Mbah Bit suatu hari kepada seorang anak muda yang baru saja pindah ke desa. “Dan roh itu kadang ngambek. Itulah sebabnya aku ada. Aku adalah negosiator antara manusia dan roh teknologi.”
Masalah Dimulai dengan Printer yang Janggal
Suatu pagi, seorang warga desa bernama Pak Komar datang dengan wajah pucat pasi. Dia membawa printer yang tampak cukup biasa—kecuali untuk fakta bahwa printer itu terus mencetak puisi Shakespeare dalam bahasa Klingon setiap kali dinyalakan.
“Ini printer kantor, Mbah,” kata Pak Komar panik. “Saya cuma mau cetak laporan bulanan, tapi malah dapat soneta aneh ini! Dan—dan—lihat ini!”
Pak Komar menunjukkan halaman terakhir yang keluar dari printer. Di situ tercetak gambar wajah Pak Komar sendiri, tapi dengan ekspresi yang tampak seperti baru saja mengetahui bahwa kopi pagi yang diminumnya adalah kopi tanpa kafein. Lebih aneh lagi, gambar itu tampak bergerak sedikit, seperti sedang mencoba berbicara.
Mbah Bit mengamati printer itu dengan penuh perhatian, lalu mengangguk pelan. “Ah, ini jelas kasus Pencurian Jiwa Digital. Jarang terjadi, tapi bukan hal baru. Printer ini telah dirasuki oleh roh yang lapar perhatian.”
Pak Komar menatap Mbah Bit dengan bingung. “Tunggu, maksud Mbah… printer ini mencuri jiwa saya?”
“Kurang lebih,” jawab Mbah Bit dengan santai, seperti sedang menjelaskan bahwa hari ini mungkin akan sedikit mendung. “Tapi jangan khawatir, aku tahu cara menanganinya.”
Ritual Eksorsisme Teknologi
Pada sore harinya, seluruh desa berkumpul di rumah Pak Komar untuk menyaksikan Mbah Bit melakukan eksorsisme teknologinya yang legendaris. Di meja dapur, printer bermasalah itu ditempatkan di tengah, dikelilingi oleh berbagai peralatan yang terlihat seperti campuran antara perlengkapan teknisi dan alat-alat dapur. Ada kabel jumper, panci kecil berisi minyak goreng, dan satu set obeng yang disusun dengan sangat teatrikal.
“Baiklah, kita mulai,” kata Mbah Bit sambil mengenakan kacamata pembesar yang membuatnya terlihat seperti serangga.
Langkah pertama, kata Mbah Bit, adalah “menggoda roh teknologi” agar keluar dari printer. Untuk ini, ia memainkan lagu disko tahun 80-an melalui speaker Bluetooth yang sudah berkarat. “Roh teknologi suka lagu lama,” jelasnya. “Mereka punya selera musik yang aneh.”
Langkah berikutnya melibatkan mengetuk-ngetuk printer dengan sendok kayu sambil mengucapkan mantra aneh yang terdengar seperti kombinasi antara kode pemrograman dan bahasa Latin. “int main() voidus spirite printerus!” teriaknya, dengan nada yang membuat beberapa warga desa bertanya-tanya apakah mereka harus mulai khawatir.
Kebenaran yang Mengejutkan
Setelah beberapa saat, printer itu tiba-tiba bergetar hebat dan mengeluarkan suara yang mirip dengan mesin tik yang sedang batuk. Kemudian, dari slot kertasnya, keluar sebuah lembaran dengan tulisan besar: ERROR 404: SOUL NOT FOUND.
Mbah Bit mengernyit. “Oh, ini lebih serius dari yang aku kira. Printer ini bukan hanya mencuri jiwa, tapi juga mencoba mengunggahnya ke awan!”
“Apa itu awan?” tanya Bu Siti, yang selama ini mengira “awan” hanyalah kumpulan uap air di langit.
“Awan itu seperti lemari digital,” jelas Mbah Bit, “tapi lemari ini terkadang lupa di mana ia menyimpan barang-barangnya. Jiwa Pak Komar mungkin sudah ada di sana, atau mungkin juga tidak.”
Pak Komar mulai panik. “Mbah, apa yang harus kita lakukan? Saya tidak ingin hidup tanpa jiwa! Itu akan membuat saya seperti… seperti politisi!”
Mbah Bit mengangguk penuh pengertian. “Kita harus mengunggah sesuatu ke printer ini sebagai pengganti jiwa. Sesuatu yang cukup berharga untuk menipu roh teknologi agar melepaskan jiwa Pak Komar.”
Setelah diskusi panjang, mereka memutuskan untuk mengunggah resensi negatif dari film yang sangat buruk ke printer tersebut. “Roh teknologi sangat benci kritik buruk,” jelas Mbah Bit. “Mereka akan menghapus jiwa apa pun untuk menghindari membaca ini.”
Akhir yang Bahagia (dan Sedikit Aneh)
Rencana itu berhasil. Printer itu berhenti bergetar, dan gambar bergerak Pak Komar di halaman terakhir tiba-tiba berhenti, tampak tersenyum lega sebelum menghilang. Jiwa Pak Komar kembali ke tubuhnya, dan printer itu, setelah beberapa pukulan terakhir dari sendok kayu, akhirnya kembali mencetak dokumen dengan normal.
“Pak Komar, Anda beruntung,” kata Mbah Bit sambil mengemasi peralatannya. “Lain kali, kalau printer Anda mulai bertingkah, beri makan kertas daur ulang. Mereka suka itu.”
Sejak hari itu, printer di Warungbyte tidak pernah lagi mencetak sesuatu yang aneh. Tapi, hanya untuk berjaga-jaga, setiap warga desa memastikan untuk menyimpan satu resensi buruk film di dekat printer mereka. Hanya untuk berjaga-jaga.
Illustration: “A whimsical scene of an eccentric old man performing a ritual to fix a possessed printer in a cozy village kitchen, surrounded by curious villagers, with tools like wooden spoons and old gadgets scattered around.”