Akademi Pelatihan Jadi Pelupa Profesional: Lupa Itu Seni, Bukan Ilmu

Akademi Pelatihan Jadi Pelupa Profesional: Lupa Itu Seni, Bukan Ilmu

Selamat Datang di Dunia Pelupa Profesional

Pagi itu, Aula Gemilang di dalam Akademi Pelatihan Jadi Pelupa Profesional penuh sesak oleh para peserta yang datang dari berbagai pelosok negeri. Mereka adalah orang-orang yang merasa hidup mereka telah terlalu penuh—bukan dengan makna mendalam, tetapi dengan hal-hal seperti lokasi charger ponsel terakhir yang mereka gunakan, nama tetangga yang baru pindah dua minggu lalu (yang terus menyapa mereka dengan penuh semangat), dan tentu saja, ingatan yang terus-menerus mengenai siapa yang terakhir kali memakan biskuit terakhir di toples dapur.

Di depan aula, berdiri seorang pria dengan kemeja warna ungu mencolok yang tampaknya dirancang oleh seseorang yang sangat marah pada palet warna. Nama pria itu adalah Profesor Arman Lupa-lupa, seorang ahli pelupa profesional yang telah melupakan lebih banyak hal daripada yang kebanyakan orang ingat.

“Selamat pagi, semuanya!” serunya dengan penuh semangat. “Atau siang. Atau mungkin malam? Saya sudah lupa. Tapi itu tidak penting! Karena hari ini, kita akan belajar bagaimana melupakan hal-hal yang tidak perlu dengan cepat, elegan, dan, jika memungkinkan, dengan sedikit gaya.”

Modul Pertama: Melupakan Hal-Hal Sepele

“Baiklah,” kata Profesor Arman sambil mengangkat sebatang spidol yang tampaknya tidak memiliki tutup. “Langkah pertama dalam seni melupakan adalah memahami bahwa otak manusia pada dasarnya adalah seperti gudang barang bekas. Dan seperti semua gudang barang bekas, sebagian besar isinya adalah sampah. Kita hanya perlu belajar membuangnya.”

Salah satu peserta, seorang wanita bernama Bu Tini yang mengenakan topi dengan hiasan bunga matahari, mengangkat tangan. “Tapi bagaimana kalau kita bingung mana yang sampah dan mana yang penting?”

“Pertanyaan bagus!” jawab Profesor Arman. “Untuk itu, kita akan menggunakan Metode Kacang Goreng. Bayangkan semua ingatan Anda seperti kacang goreng di dalam toples. Anda tidak mungkin memakan semuanya sekaligus, bukan? Jadi fokuslah pada kacang yang benar-benar penting—seperti tanggal lahir Anda sendiri atau nama hewan peliharaan Anda. Sisanya? Buang saja!”

Bu Tini tampak bingung. “Tapi saya tidak punya hewan peliharaan…”

“Luar biasa!” seru Profesor Arman. “Itu berarti Anda sudah memulai perjalanan Anda sebagai pelupa profesional!”

Modul Kedua: Teknik Melupakan Cepat

Setelah istirahat kopi yang lebih banyak dihabiskan peserta untuk mencari tahu di mana mereka meletakkan gelas kopi mereka sendiri, sesi berikutnya dimulai. Profesor Arman berdiri di depan papan tulis dan mulai menggambar lingkaran-lingkaran yang tampak seperti peta perburuan harta karun, tetapi sebenarnya tidak ada yang tahu pasti.

“Kita sekarang akan belajar teknik melupakan cepat,” katanya. “Metode ini disebut Strategi Pengalihan Fokus Berulang. Misalnya, jika Anda ingin melupakan sesuatu, cukup alihkan perhatian Anda ke hal lain yang sama sekali tidak relevan. Contoh, coba pikirkan tentang zebra yang memakai topi koboi.”

Ruangan itu menjadi hening. Semua peserta mulai membayangkan zebra dengan topi koboi, dan beberapa bahkan tertawa kecil.

“Hebat!” kata Profesor Arman. “Sekarang, siapa yang masih ingat apa yang kita bicarakan sebelum zebra tadi?”

Tidak ada yang menjawab.

“Lihat? Teknik ini sangat efektif!”

Modul Ketiga: Melupakan dengan Gaya

Di sesi terakhir, Profesor Arman membawa peserta ke tingkat berikutnya: melupakan dengan gaya. “Melupakan tidak harus membosankan,” katanya. “Anda bisa melakukannya dengan penuh keanggunan, seperti seorang maestro yang mengabaikan nada yang salah dalam konser.”

Ia melanjutkan dengan mendemonstrasikan beberapa teknik, termasuk The Dramatic Forget, di mana Anda berpura-pura terkejut bahwa Anda tidak mengingat sesuatu, dan The Casual Shrug, di mana Anda cukup mengangkat bahu dan berkata, ‘Ah, itu tidak penting.’”

Salah satu peserta, Pak Joko, mencoba teknik The Dramatic Forget. “Oh tidak!” serunya. “Saya lupa nama anak saya!”

Para peserta lainnya tertawa terbahak-bahak, tetapi Profesor Arman tampak puas. “Luar biasa, Pak Joko! Itu adalah salah satu dramatic forget terbaik yang pernah saya lihat. Namun, saya sarankan untuk tidak melupakan nama anak Anda yang sebenarnya.”

Pak Joko tersenyum malu-malu. “Oh, tentu saja. Saya bercanda. Namanya… eh… tunggu sebentar…”

Kesimpulan: Menjadi Profesional dalam Melupakan

Pada akhir seminar, semua peserta diberi sertifikat yang menyatakan bahwa mereka sekarang adalah Pelupa Profesional Bersertifikat. Sertifikat itu, tentu saja, dirancang sedemikian rupa sehingga sangat mudah hilang atau terlupakan di tempat parkir.

“Jadi,” kata Profesor Arman dalam pidato penutupnya. “Ingatlah bahwa melupakan adalah seni, bukan ilmu. Dan seperti semua seni, itu membutuhkan latihan. Jadi mulailah dengan hal-hal kecil, seperti harga tiket seminar ini, atau apa yang saya katakan barusan. Dan sebelum Anda menyadarinya, Anda akan menjadi pelupa profesional sejati!”

Saat para peserta mulai meninggalkan aula, Bu Tini mendekati Profesor Arman. “Terima kasih, Profesor,” katanya. “Saya merasa hidup saya jauh lebih ringan sekarang.”

“Sama-sama,” kata Profesor Arman. “Dan, ngomong-ngomong, siapa nama Anda tadi?”

Bu Tini tertawa. “Ah, saya lupa!”


Prompt Gambar: “A whimsical seminar hall filled with colorful participants, a professor in a bright purple shirt, and a zebra wearing a cowboy hat in the background. The scene is cheerful and absurd.”